Monday, September 3, 2012

Wednesday, October 12, 2011

Nebulisasi pada anak…… amankah?

Aman tidaknya nebulisasi pada anak merupakan pertanyaan yang selalu disampaikan oleh orangtua bila tindakan ini menjadi pilihan dalam pengobatan anaknya. Karena itu kali ini topik yang saya pilih adalah nebulisasi, dengan harapan dapat memberi informasi lebih detil mengenai terapi ini.

Nebulisasi merupakan bagian dari terapi inhalasi, terapi ini memberikan obat secara langsung pada saluran nafas melalui hirupan uap.   Tindakan ini aman karena bekerja langsung pada target yang dituju yaitu saluran nafas.  Awitan kerja obat cepat dengan dosis minimal sehingga konsentrasi obat dalam darah sedikit, dan tentunya efek samping obatpun menjadi minimal.  Terapi ini sudah digunakan secara luas di divisi Respirologi maupun Rehabilitasi Medik.  Pemilihan terapi ini tentunya sesuai indikasi dan keberhasilannya dipengaruhi oleh pemilihan jenis obat dan tekhnik pemberiannya.

Secara garis besar, terapi inhalasi dapat menggunakan alat nebulizer, Dry Powder Inhaler (DPI), dan Metered Dose Inhaler (MDI) dengan atau tanpa spacerNebulizer lebih sering dipilih untuk anak usia pra sekolah karena tidak memerlukan banyak koordinasi. Terapi dengan menggunakan alat ini disebut nebulisasi, tetapi baik dokter maupun orangtua pasien sudah terlanjur terbiasa dengan istilah inhalasi.

Nebulisasi
Nebulisasi merupakan terapi inhalasi yang menggunakan alat nebulizer.  Awalnya terapi ini hanya dilakukan pada kasus asma, tetapi seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan beberapa penelitian menunjukkan terapi ini juga bermanfaat dalam mengatasi masalah saluran nafas lainnya. Pada anak dengan riwayat atopi keluarga, dapat terjadi hiperreaktivitas bronkus (HRB) dengan atau tanpa retensi lendir/sputum.   Kondisi ini sangat mengganggu, bahkan anak dapat muntah karena kesulitan mengeluarkan dahak/lendir ataupun terbangun dari tidur karena batuk.  Kasus lainnya seperti rhinitis alergi, croup, bronkiolitis, pneumonia, aspirasi, maupun penyakit paru menahun juga memberikan respon positif pasca nebulisasi.

Tindakan ini dapat ditujukan untuk mengencerkan lendir, melebarkan (dilatasi) bronkus dan megatasi proses radang (inflamasi) yang langsung ke target organ sesuai dengan indikasi dan jenis obat yang dipilih. Terapi inhalasi lainnya yang berupa obat hirupan dalam bentuk bubuk kering Dry Powder Inhaler (DPI).   Contoh obat-obat ygng termasuk DPI antara lain Spinhaler®, Rotahaler®, Diskhaler®, Easyhaler, ® dan Turbuhaler®.  Dibandingkan nebulizer, baik DPI maupun MDI memerlukan edukasi cara pemakaian sehingga umumnya dianjurkan untuk anak usia sekolah.

Di luar negeri, terapi inhalasi yang lebih banyak dipilih adalah MDI dibandingkan nebulizer. Kelemahan alat nebulizer tentunya kurang flexibel, harga alat yang cukup mahal, ukuran alat besar, memerlukan tenaga listrik, dan pamakaiannya membutuhkan waktu yang lama sehingga kurang nyaman bagi bayi/anak.   Anak usia sekolah yang sudah dapat diedukasi mengenai tekhnik penggunaan alat, dapat menggunakan MDI tanpa spacer, tetapi untuk bayi dan anak pra sekolah diperlukan spacer.

Spacer sebagai pengatur jarak antara MDI dengan mulut anak.  Alat ini berfungsi  mengumpulkan partikel, sehingga partikel yang masuk ke saluran nafas anak merupakan partikel berukuran kecil.  Partikel dengan  ukuran yang besar (tidak aman) akan tertinggal di spacer, tetapi alat ini belum ada di Indonesia.   Bila orangtua mampu menyediakan spacer dengan membelinya dari luar negeri, maka perlu edukasi mengenai cara pemakaiannya.  Dengan berkembang pesatnya ilmu pengetahuan dan fasilitas, diharapkan nantinya alat ini juga dapat tersedia di Indonesia.

Nebulizer

Alat ini merubah bentuk larutan menjadi aerosol secara terus menerus.  Ada 2 jenis nebulizer yaitu ultrasonik dan jet.  Alat ini bekerja menggunakan tenaga yang berasal dari udara yang dipadatkan, atau gelombang ultrasonik.  Nebulizer dapat menghasilkan partikel aerosol secara terus-menerus, dan ada juga yang dapat diatur sehingga aerosol hanya ada pada saat anak melakukan inhalasi dan obat tidak banyak terbuang.

Aerosol yang terbentuk dihirup anak melalui mouth piece atau sungkup.  Aerosol yang terbentuk menghasilkan partikel yang berukuran sangat kecil sehingga dapat masuk ke saluran nafas yaitu berukuran < 10 µm.  Ukuran inilah yang menentukan target, partikel dengan ukuran yang sangat kecil dibutuhkan utk dapat menjangkau bagian dari saluran nafas tersebut.  Target organ sepanjang saluran nafas yaitu hidung, sinus, trakea, bronkus, bronkiolus, bahkan sampai alveolus.  

Indikasi
Nebulisasi atas indikasi seperti yang disampaikan sebelumnya, ditujukan untuk meredakan masalah pada saluran pernafasan sesegera mungkin.   Pada kasus asma dalam serangan, bila pasca nebulisasi membaik dan sesak berkurang maka tidak perlu diulang.   Pengulangan tindakan itu dikerjakan berdasarkan baik tidaknya respons pasca nebulisasi.   Jika responsnya kurang baik, maka dapat diulang 15-30 menit kemudian.   Serangan yang sudah reda perlu dikontrol agar tidak berulang dengan obat-obatan yang diminum (oral).

Tidak semua masalah pada saluran nafas perlu dilakukan nebulisasi.  Pada kasus HRB yang ringan tidak perlu dilakukan tindakan ini.  Nebulisasi dilakukan umumnya bertujuan untuk mengencerkan lendir, melebarkan saluran napas bronkus (dilatasi bronkus) dan mengurangi proses radang.   Pada keluhan batuk keras tanpa disertai retensi lendir dan tidak sesak tentunya tidak diperlukan nebulisasi.  Tindakan ini juga tidak untuk terapi hidung buntu ataupun pilek.

Prosedur nebulisasi
Setiap pasien harus memiliki selang dan masker masing-masing. Pemberian obat-obatan dan dosisnya sesuai dengan takaran yang dianjurkan oleh dokter. Pada saat mesin dihidupkan, anak-anak cukup bernafas normal. Terapi dilangsungkan kurang lebih 10-15 menit hingga cairan obat dalam alat habis.


Obat-obatan.
Umumnya diberikan larutan garam fisiologis sebagai pelarutnya selain bahan aktif berupa obat-obatan.  Jenis obat untuk nebulisasi terdiri dari golongan β-agonis, antikolinergik dan golongan steroid. Golongan β-agonis antara lain Berotec®, Ventolin®, dan Bricasma®.   Golongan antikolinergik yaitu Ipratropium bromide (Atrovent®) dan golongan steroid dapat mengandung budesonide (Pulmicor®) dan fluticason (Flixotide®).  Selain itu juga ada obat merupakan gabungan antara β-agonis dan antikolinergik yaitu salbutamol dan ipratropium (Combivent UDV®).

Adanya kekhawatiran obat steroid melalui nebulisasi lebih berbahaya daripada steroid oral tentunya tidak beralasan.   Steroid dalam nebulisasi tidak menimbulkan efek samping seperti steroid oral yang mengganggu kardiovaskuler, saluran cerna , mata dan metabolik.  Dalam nebulisasi, dosis steroid sangat kecil dibandingkan oral sehingga hanya sedikit sekali yang beredar di dalam darah dan karena itu efek samping menjadi minimal.  Dari penelitian-penelitian juga menunjukkkan bahwa pemberian steroid inhalasi aman digunakan dalam jangka panjang.

Manfaat Nebulisasi
Manfaat nebulisasi tentu saja sangat tergantung pada efektifitas alat, tekhnik penggunaan dan pemilihan obat-obatan.  Deposisi obat yang masuk ke saluran nafas setelah nebulisasi ditujukan untuk mengencerkan lendir, mampu melebarkan (dilatasi) saluran nafas dan mengatasi proses radang.    Pada kasus-kasus tertentu dibutuhkan tindakan tambahan berupa fisioterapi pada dada seperti alat penggetar (vibrator), tepukan (tap) ataupun pemanasan (radiation). Untuk pemilihan tindakan yang lebih jauh, biasanya dokter rehabilitasi medik dapat turut berperan agar manfaat nebulisasi diperoleh maksimal.  Nebulisasi cukup efektif karena sedikit memerlukan koordinasi dan beberapa jenis obat dapat dicampur menjadi satu.

Kurangnya informasi mengenai manfaat terapi inhalasi yang diperoleh para orangtua, petugas kesehatan, bahkan pada dokter berhubungan dengan peningkatan morbiditas dan lamanya pengobatan anak dengan masalah pada saluran nafas.   Dokter yang tidak mengikuti perkembangan dan perubahan konsep mengenai tatalaksana penyakit pada saluran nafas, tidak mempunyai ketrampilan praktis penggunaan alat-alat untuk terapi inhalasi, sehingga ada dokter yang melarang pasien yang sudah menggunakan terapi ini.  Memang sangat dibutuhkan komunikasi, informasi dan edukasi lebih detil mengenai tatalaksana ini, sehingga pemahaman mengenai topik ini baik pada orangtua maupun dokter dapat seiring.

Demikianlah info tentang nebulisasi yang dapat saya sampaikan.  Dari tulisan ini dapat difahami mengapa obat-obat tertentu dipilih dan obat yang lainnya ditinggalkan.   Tentunya dalam menulis artikel ini, saya juga mendapat tambahan info dari sejawat lainnya yang kompeten dibidang Respirologi maupun Rehabilitasi medik.   Semoga tulisan ini juga bermanfaat bagi para orangtua dan sejawat lainnya.

Monday, April 11, 2011

Alergi Makanan pada Balita

Topik ini sudah lama ingin saya tulis karena banyaknya kasus yang ditemukan saat praktek sehari-hari.  Istilah alergi terdengar tidak asing ditelinga, tetapi untuk menegakkan diagnosis ini memerlukan ketelitian saat bertanya (anamnesis) maupun saat melakukan pemeriksaan fisis terhadap gejala yang timbul.

Angka kejadian Alergi makanan tampak meningkat tetapi faktor pencetusnya relatif tidak berubah.  Susu sapi, telur, ikan, kerang, kacang tanah dan gandum masih merupakan alergen utama pada masa anak.  Untuk alergi ini, tatalaksana yang utama tentunya menghindari pencetus (Avoidance).  Hal ini sangat penting dalam mencegah terjadinya kekambuhan.  Eliminasi makanan tertentu dalam jangka panjang dapat menyebabkan malnutrisi, karena itu pentingnya edukasi pada orangtua dalam memilih makanan pengganti untuk menjaga agar tumbuh kembang normal.

Alergi Makanan
Makanan sangat dibutuhkan untuk tumbuh dan kembang anak.  Kandungan didalamnya berupa karbohidrat, protein dan lemak.   Alergi makanan adalah reaksi hipersensitivitas terhadap alergen yang terdapat pada makanan.   Reaksi ini timbul setelah tersensitisasi (terpapar/kontak) terhadap makanan yang mengandung alergen.   Gejala klinis yang timbul tergantung pada sistem organ tubuh yang dikenai seperti kulit, saluran nafas, saluran cerna, dapat pula mengenai semua sistem.

Alergen adalah antigen yang menyebabkan terjadinya alergi.  Alergen pada makanan ini dibagi menjadi alergen kelas1 dan kelas 2.  Alergen kelas 1 merupakan alergen utama, berupa glikoprotein yang larut dalam air, stabil dalam panas, asam dan protease.  Alergen kelas 2 sangat labil terhadap panas, mudah terdegradasi enzim dan sulit diisolasi.  Proses memasak dapat mereduksi maupun meningkatkan alergenisitas protein-protein tertentu dari makanan.

Umumnya bila terdapat reaksi yang tidak diharapkan terhadap makanan sering disebut sebagai alergi makanan, tetapi sesungguhnya menurut The American of Allergy and Immunology dan The National Institute of Allergy and Infectious Disease ada batasan sebagai berikut:
1. Reaksi simpang makanan (Adverse food reaction), merupakan istilah umum untuk reaksi yang tidak diinginkan terhadap makanan yang dapat merupakan reaksi sekunder terhadap alergi makanan ataupun intoleransi makanan.

2. Alergi makanan (Food allergy), merupakana hasil reaksi imunologik yang menyimpang, Sebagian besar diperantarai reaksi hipersensitifitas tipe I fase cepat.  Reaksi ini terjadi beberapa menit setelah pajanan alergen yang sesuai dan dapat bertahan beberapa jam meskipun tidak kontak lagi dengan alergen tersebut.

3. Intoleransi makanan (Food intolerance), merupakan istilah umum untuk respon abnormal terhadap makanan.  Ini merupakan reaksi non imunologik yang dapat terjadi karena zat yang terkandung dalam makanan seperti kontaminasi racun, dapat pula karena kelainan dalam tubuh orang tersebut seperti gngguan metabolisme.  Pada kelompok ini kejadian timbul beberapa jam setelah mendapat makanan yang cukup banyak bahkan dapat lebih lama.

Penyebab
Faktor-faktor yang memodulasi keseimbangan imunitas saluran cerna adalah sifat dan kekerapan paparan alergen, kerentanan genetik, dan imaturitas usus.   Paparan dini terhadap alergen sangat berperan sebagai penyebab.  Hal ini dipengaruhi kecepatan absorbsi protein dan kondisi anak.  Pada anak dengan salah satu orang tua atopi (bakat alergi dalam keluarga), kemungkinan untuk terjadi alergi 17-29%, bila kedua orangtua atopi maka kemungkinan alergi 53-58%.

Usus memiliki pertahanan baik secara mekanis melalui mukosa dan peristaltik maupun secara kimia berupa asam lambung dan enzim percernaan yang menyebabkan denaturasi alergen.  Pada usus yang imatur, pertahanan tersebut masih lemah sehingga alergen mudah masuk.  Salah satu manfaat pemberian ASI eksklusif ditujukan untuk mengurangi hipersensitivitas pada tahun pertama kehidupan. Pemberian PASI pada bayi cenderung meningkatkan angka kejadian alergi.

Mekanisme terjadinya alergi
Alergi makanan dapat diperantarai imunoglobulin E (IgE) maupun tidak.   Seseorang yang secara genetik mempunyai bakat atopi akan memproduksi antibodi IgE spesifik terhadap protein tertentu bila tubuh gagal dalam mentoleransi ketika terpapar/ kontak suatu makanan yang mengandung alergen.  Pada alergi yang tidak diperantarai IgE sampai saat ini masih belum terdapat bukti yang jelas.  Sel limfosit T dan makrofag tampaknya berperan utama pada tipe alergi ini.

Menurut Gell dan Coombs, terdapat 4 tipe reaksi hipersensitivitas yaitu tipe I (hipersensitivitas anafilaktik), ada 2 fase yaitu fase cepat dan fase lambat, tipe II (hipersensitif sitotoksik), tipe III (hipersensitif yang diperani kompleks imun), dan tipe IV hipersensitive cell mediated ( tipe lambat).  Dari ke-4 tipe reaksi tersebut, yang medasari reaksi alergi yang diperantarai IgE adalah hipersensitivitas tipe I.  Bila proses alergi tidak diperantarai IgE, yang berperan adalah reaksi imunologis lain yaitu reaksi hipersensitivitas tipe III atau tipe IV.

Jenis makanan yang menyebabkan alergi
Beberapa makanan yang bersifat alergen utama antara lain susu sapi (susu formula), telur, kacang-kacangan, ikan, gandum, dan kerang.  Protein susu sapi dapat menyebabkan alergi, baik dalam bentuk susu murni maupun bentuk lain seperti keju, es krim, kue, dan yogurt.  Anak dengan alergi susu sapi tidak selalu alergi terhadap daging maupun bulu sapi.

Manifestasi klinis.
Manifestasi klinis dapat bersifat lokal pada organ tertentu maupun sistemik.  Manifestasi klinis tergantung sistem organ tubuh yang tersensitisasi, tetapi terkadang pada seorang anak juga didapatkan manifestasi pada semua sitem (sistemik).

Saluran cerna
Saluran cerna merupakan organ yang pertama kontak dengan makanan.  Gejala dapat berupa bengkak dan gatal di bibir sampai lidah.   Kontak selanjutnya dapat mencapai saluran cerna lebih dalam sehingga timbul nyeri dan kolik perut, muntah, konstipasi menahun, diare berat bahkan sampai feses berdarah. Gejala kolik dan feses berdarah merupakan kondisi yang sering membuat orangtua panik dan datang berobat.
Bila dokter menyampaikan adanya kemungkinan alergi protein susu sapi pada anak, orangtua umumnya menyangkal dengan alasan anak sudah lama menkonsumsi susu tersebut tetapi tidak bermasalah.  Disini jelas bahwa bukan hanya jenis alergen yang berperan tetapi juga kekerapan terpapar alergen tersebut.

Kulit
Seseorang dapat muncul ruam-ruam merah, bengkak dan gatal setelah makan udang atau kacang yang disebut sebagai urtikaria akut.  Angioedema atau bengkak pada wajah dan bibir juga sering muncul.  Ruam merah, bentol dan gatal pada anak juga khas yang tampak pada pipi, daerah lipatan siku dan lipatan lutut yang disebut dermatitis atopi.

Saluran nafas
Gejala pada saluran nafas berupa batuk, mengi, dan sesak. Terkadang orangtua mengeluh bahwa batuk anaknya sering kambuh tanpa penyebab yang jelas dan berlangsung lama (batuk kronik berulang).

Sistemik
Reaksi ini muncul sekitar 30 menit setelah kontak alergen.   Manifestasi sistemik dapat ringan sampai berat.  Pada sistemik ringan, anak merasa gatal, hidung tersumbat, bengkak pada seluruh tubuh, dan sekitar mata.  Gejala sistemik sedang bila tampak gejala sistemik ringan disertai sesak, mengi, dan anak gelisah.  Pada sistemik berat reaksi muncul sangat cepat, mendadak, dengan gejala seperti reaksi sistemik sebelumnya disertai kesulitan bernafas sampai henti nafas.  Anak dapat kekurangan oksigen hingga tampak biru (sianosis).   Masalah di jantung ditandai hipotensi hingga terjadi renjatan dan penurunan kesadaran.  Gejala sistemik ringan dapat ditatalaksana dengan obat oral dan anak masih dapat rawat jalan tetapi untuk sistemik berat dibutuhkan tindakan segera dan rawat inap.

Diagnosis
Baku emas untuk mendiagnosis alergi makanan adalah dengan provokasi makanan secara buta (Double blind placebo controlle food challenge/DBPCFC).   Cara ini dengan melihat adanya perbaikan setelah menghentikan makanan tersebut salama 2-3 minggu dan gejala muncul kembali setelah makanan dikonsumsi ulang.  Cara lainnya yaitu dengan membuat catatan harian diet, uji eliminasi dan provokasi, uji tusuk kulit (skin prick test), dsb.  Bila dikhawatirkan anak akan mengalami reaksi alergi berat setelah dilakukan provokasi makanan, maka uji provokasi ini dilakukan dengan pengawasan dokter anak.  Pemeriksaan laboratorium darah seperti deteksi IgE serum spesifik makanan (Radioallergosorbent test/ RAST) dan IgE spesifik fluoresense enzyme immnunoassay CAP-RAST (FEIA CAP-RAST) akan membantu dalam menentukan apakah alergi termasuk yang diperantari IgE atau tidak .

Tatalaksana
Pada dasarnya alergi tidak bisa disembuhkan sehingga tatalaksana ditujukan untuk megendalikan kekambuhan dengan eliminasi makanan yang dicurigai.  Eliminasi suatu jenis makanan pada anak dalam tahap tumbuh kembang harus diperhatikan mencari penggantinya.  Makanan pengganti dipilih berdasarkan kesamaan nutrisi maupun kalorinya.  Makanan pengganti juga diupayakan memiliki rasa yang enak dan disukai anak.  Bila terdapat kesulitan makan ataupun kekhawatiran malnutrisi maka perlu peran serta antar divisi seperti Gizi, Respirologi, dan Alergi imunologi.

Pada bayi dengan riwayat atopi keluarga dan mendapat ASI eksklusif umumnya kekhawatiran alergi teratasi.  Bila bayi dengan ASI eksklusif didapatkan gejala alergi, maka kecurigaan pecetus ditujukan pada diet ibu sehingga ibu dianjurkan untuk menghindari diet susu sapi beserta produknya.

Untuk kasus yang disertai reaksi anafilaksis, gejala sistemik dapat ringan sampai berat. Anafilaksis merupakan kondisi yang sangat emergensi dan ditatalaksana segera di Instalasi gawat darurat (IGD).  Pemberian suntikan adrenalin (epinefrin) secara subkutan bertujuan untuk mengurangi penyerapan alergen.   Oksigen harus diberikan pada anak dengan sesak, mengi dan sianosis.   Cairan intravena diberikan hingga renjatan teratasi, selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan rumatan.  Pengawasan dan penilaian tanda vital seperti tekanan darah, laju nadi dan frekuensi nafas terus di monitoring hingga kondisi kedaruratan teratasi.

Strategi Pencegahan dan Makanan pengganti
Pemberian ASI pada bayi baru lahir, pantang makanan tertentu pada ibu menyusui, dan penundaan pemberian makanan padat pada bayi dibawah 6 bulan merupakan strategi pencegahan agar tidak terpapar dini dengan alergen.   Pada ibu dengan keterbatasan ASI dan bayi membutuhkan susu formula maka diberikan alternatif makanan pengganti.

Alternatif makanan pengganti dapat dengan formula susu kedelai tetapi harus dipantau karena 40% balita yang alergi terhadap susu sapi juga alergi susu kedelai.  Untuk bayi dengan alergi susu sapi yang diperantarai IgE bisa ditoleransi dengan formula terhidrolisa ekstensif (EHF), ini merupakan alternatif pertama untuk bayi di bawah 6 bulan.   Contoh susu EHF yaitu Pepti Junior® dan Pregestimil®.  Susu non alergenik lainnya yang juga dapat digunakan yaitu formula asam amino (AAF). Susu ini diuraikan dengan menghilangkan protein yang menyebabkan alergi, contoh susu AAF yaitu Neocate® dan Elecare®.

Untuk usia diatas 6 bulan yang telah dimulai makanan tambahan, sayur dapat dilanjutkan sebagai pengganti buah.   Daging sapi dan kambing dapat sebagai pengganti sumber protein telur, ayam dan ikan.  Sebagian alergi makanan pada anak akan menghilang dengan bertambahnya usia.  Anak dengan alergi susu sapi akan toleran pada usia 2-3 tahun.

Penelitian dan pemahaman mengenai mekanisme dasar alergi sangat banyak dan terus berkembang.   Hal ini sangat membantu dalam strategi pencegahan dan tatalaksana kasus alergi.  Tentunya langkah terbaik dalam menyikapi ini adalah avoidance, sesuai pernyataan yang selalu didengungkan “pencegahan lebih baik daripada pengobatan”.

Menulis topik ini membuat saya membaca kembali beberapa literatur  dan mendapatkan banyak asupan baik dari literatur lama maupun terkini.  Mekanisme terjadinya kasus alergi membuat tatalaksana tidak hanya dibatasi pada mengatasi gejala klinis tetapi diperluas dengan mencari penyebab pemicunya.  Dengan diketahui faktor penyebab maka akan lebih mudah bagi para orangtua dalam upaya menghindarinya.  Sebagai penutup, tentunya saya selalu berharap semoga tulisan ini bermanfaat untuk kita semua.

Tuesday, November 2, 2010

Hiperbilirubinemia

Kuning (Ikterus).
Kuning atau sering juga disebut dengan istilah ikterus, merupakan kondisi klinis bayi yang ditandai pewarnaan kuning pada kulit dan sklera mata akibat peningkatan bilirubin.  Ikterus pada bayi usia  2-3 hari pertama kehidupan, merupakan hal yang normal (fisiologis) tetapi dapat juga ditemukan kondisi yang  tidak normal (non fisiologis).  Angka kejadian ikterus fisiologis cukup tinggi.  Frekuensi pada bayi cukup bulan 50-60% dan kurang bulan 80%.  Pada usia 1 minggu pertama, lebih dari 85% bayi cukup bulan kembali dirawat karena kondisi ini. 

Ikterus terjadi akibat penumpukan bilirubin dalam darah, dan akan tampak pada jelas pada kulit bila kadar bilirubin antara 5-7 mg/dL.  Cara visual untuk menentukan ikterus dilakukan dengan menekan kulit secara ringan memakai jari tangan kemudian lepaskan.  Warna kulit dinilai dibawah penerangan yang cukup sehingga tampak jelas.  Ikterus sulit dinilai bila penerangan kurang, terutama pada bayi dengan warna kulit gelap.  Amati warna kulit dan tentukan luasnya daerah ikterus pada anggota tubuh.  Pemeriksaan bilirubin serum harus tetap dilakukan karena meskipun cara visual mudah dan praktis tetapi hasilnya kurang akurat.  Waktu terjadinya ikterus juga mempunyai arti yang penting dalam menentukan  kemungkinan diagnosis, faktor penyebab, dan tata laksana.

Metabolisme bilirubin.
Untuk dapat memahami terjadinya ikterus, saya akan sedikit sampaikan tentang metabolisme bilirubin.  Hal ini meliputi produksi, transportasi, konjugasi dan ekskresi bilirubin.  Ada 2 jenis bilirubin yaitu bilirubin indirek (bilirubin tak terkonjugasi) dan direk (bilirubin terkonjugasi).  Produksi bilirubin berasal dari degradasi heme haemoglobin dari sel darah merah (eritrosit) dalam sirkulasi. 

Satu gram haemoglobin menghasilkan sekitar 35 mg bilirubin indirek, bilirubin ini tidak larut dalam air tetapi larut dalam lemak.  Pembentukan bilirubin dimulai dengan proses oksidasi yang menghasilhan biliverdin. Biliverdin mengalami reduksi menjadi bilirubin indirek.  Di dalam darah bilirubin indirek berikatan dengan albumin dan di transfer (transportasi) ke sel hati.  Dengan bantuan beberapa enzim di dalam sel hati, terjadi proses konjugasi sehingga berubah menjadi bilirubin direk. Bilirubin direk ini larut dalam air dan dieksresikan ke sistem empedu, dan selanjutnya kedalam saluran cerna (usus halus).  Bilirubin direk dengan bantuan flora normal usus diubah menjadi urobilinogen dan sebagian kecil di hidrolisis dengan bantuan enzim β glukoronidase menjadi bilirubin indirek dan di reabsorbsi ke sel hati (siklus enterohepatis).  Metabolisme akhir urobilinogen menjadi sterkobilin yang nantinya akan memberi warna kuning pada feses.

Batasan Hiperbilirubinemia.
Hiperbilirubinemia adalah tingginya kadar bilirubin di dalam darah yang didapat dari pemeriksaan laboratorium.  Faktor penyebab tingginya bilirubin pada bayi baru lahir karena tingginya eritrosit bayi dengan masa hidup yang lebih pendek (70-90 hari), belum matangnya fungsi hati dan meningkatnya reabsorbsi  bilirubin indirek dari usus (siklus enterohepatis).  Tingginya kadar bilirubin ini terjadi pada bayi usia 2-3 hari pertama, mencapai puncaknya pada hari ke 5-7.  Pada hiperbilirubinemia fisiologis, kadar biliriubin akan turun kembali pada hari ke 10-14.  Batasan kadar bilirubin yang aman pada bayi dapat dilihat pada tabel sesuai American Academy of Pediatric (AAP) tetapi secara umum dipakai batasan tidak > 10 mg/dL untuk untuk bayi kurang bulan dan tidak > 15 mg/dL pada bayi cukup bulan.

Ikterus  dianggap fisiologis bila memenuhi kriteria sebagai berikut: ikterus timbul pada usia 2-3 hari dengan kadar bilirubin indirek pada usia tersebut tidak > 15 mg/dL  (bayi cukup bulan) dan tidak > 10 mg/dL (bayi  kurang bulan).  Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak > 5 mg/dL per 24 jam, dengan kadar bilirubin direk > 1 mg/dL.  Ikterus hilang pada 10 hari pertama dan tidak terbukti berhubungan dengan keadaan non fisiologis.

Pemeriksaan laboratorium.
Bilirubin serum total diperiksa pada setiap bayi yang mengalami ikterus pada 24 jam pertama.  Pengukuran ulang dilakukan tergantung luasnya daerah ikterus, usia bayi dan evolusi hiperbilirubinemia.  Kadar bilirubin harus diinterpretasikan sesuai usia bayi bayi dalam jam.  Yang terpenting bila kita mencurigai adanya ikterus non fisiologis maka kemungkinan penyebab harus ditegakkan.

Beberapa faktor penyebab.
Seperti disampaikan sebelumnya bahwa produksi bilirubin berasal dari katabolisme heme.  Kasus ikterus non fisiologis umumnya disebabkan: ketidaksesuaian golongan darah ibu-anak (Inkompatibilitas golongan darah ABO), Breast milk jaundice, faktor rhesus, dan infeksi.  Pada kasus infeksi, selain pemeriksaan darah rutin dan kultur darah,  perlu ditambahkan pemeriksaan urinalisis dan kultur urin.  Penyebab lain yang jarang terjadi adalah defisiensi enzim G6PD (Glucose 6-Phosphat Dehydrogenase), defisiensi piruvat kinase, dan hipotiroid. Kelainan yang disebabkan  defisieni G6PD merupakan kondisi yang menunjukkan respon yang buruk terhadap foto terapi.

Risiko yang dapat terjadi.
Bila didapatkan hasil laboratorium dengan kadar bilirubin indirek tinggi dan tidak diatasi segera, maka dapat menimbulkan risiko berupa efek toksik pada sistem saraf pusat.  Gejala kinis yang ditemukan seperti mengantuk, reflek hisap menurun, muntah, dan kejang.  Kondisi awala ini disebut Bilirubin ensefalopati.  Efek jangka panjang bila hal ini terus berlangsung dan tidak diatasi, maka akan terjadi perubahan pada syaraf pusat yang ditandai penumpukan bilirubin pada otak terutama ganglia basalis, pons dan serebelum yang disebut Kern ikterus.  Kern ikterus merupakan kondisi bilirubin ensefalopati yang kronis dengan gejala sisa (sekuele) yang permanen.  Sekuele dari kern ikterus adalah keterbelakangan mental, kelumpuhan serebral, gangguan pendengaran, dan kelumpuhan otot motorik mata.

Strategi pencegahan.
Strategi praktis yang dikeluarkan oleh AAP, bertujuan menurunkan insidens hiperbilirubinemia berat, ensefalopati bilirubin, dan meminimalkan risiko yang tidak menguntungkan seperti pemberian terapi yang tidak diperlukan, kecemasan ibu, dan berkurangnya pemberian ASI.  Pencegahan dititik beratkan pada pemberian minum sesegera mungkin dengan  frekuensi menyusui paling sedikit 8-12 kali perhari serta tidak memberikan cairan tambahan seperti air gula (dekstrose) atau air putih pada bayi yang tidak dehidrasi.  Pada semua ibu hamil harus diperiksa golongan darah dan rhesus.  Bayi yang pulang sebelum usia 72 jam, dianjurkan untuk diperiksa kadar bilirubinnya.  Memberikan penjelasan mengenai ikterus pada para orangtua, teknik pengawasan dan upaya pencegahannya, hal ini merupakan cara efektif untuk evaluasi  ikterus setelah bayi di rumah.

Tatalaksana.
Tatalaksana yang saya sampaikan lebih ditujukan pada ikterus fisiologis.  Pada  ikterus non fisiologis dibutuhkan beberapa pemeriksaan laboratorium lanjutan untuk memastikan faktor penyebab dan upaya untuk mengatasinya.  Ikterus akan terus berlangsung bila faktor penyebab tidak diatasi.  

Foto terapi.
Terapi sinar (foto terapi) bertujuan untuk mengendalikan kadar bilirubin serum agar tidak mencapai nilai yang membahayakan sampai terjadi bilirubin ensefalopati maupun kern-ikterus.  Foto terapi bertujuan mengubah bilirubin menjadi bentuk yang larut dalam air untuk dikeluarkan melalui empedu atau air seni.  Pada saat bilirubin menyerap cahaya, maka terjadi reaksi fotokimia yaitu isomerisasi sehingga terjadi konversi ireversibel menjadi isomer kimia lainnya yaitu lumirubin yang dengan cepat dibersihkan dari plasma melalui empedu.  Lumirubin adalah produk terbanyak degradasi bilirubin akibat foto terapi.  Sejumlah kecil bilirubin indirek diubah oleh cahaya menjadi dipyrole yang dikeluarkan  lewat air seni.  Foto isomer bilirubin lebih polar dibandingkan bentuk asalnya dan secara langsung bisa dikeluarkan  melalui empedu ke dalam usus untuk dibuang bersama feses tanpa proses konjugasi oleh Hati, karena hanya produk foto oksidan saja yang bisa dikelurkan melalui air seni. 

 
Foto terapi hanya berperanan dalam mengendalikan kadar bilirubin, tetapi tidak dapat mengatasi penyebab ikterus maupun berlanjutnya pemecahan heme.  Pada saat dilakukan foto terapi, risiko yang harus diperhatikan adalah kekurangan cairan (dehidrasi) karena adanya pengeluaran cairan yang berlebihan melalui penguapan.  Dehidrasi dapat dicegah dengan pemberian asupan cairan yang adekuat.  

Tingginya insidens kasus ini membuat info ini penting diketahui bagi para orangtua dan pelaksana kesehatan, terutama perawat di ruang bayi.  Dengan memahami topik ini akan mempermudah petugas kesehatan dalam menyampaikan info dan mempermudah orangtua dalam memahaminya.  Demikian topik ini saya sampaikan, semoga tulisan ini dapat menjadi asupan informasi yang bermanfaat.









Saturday, July 31, 2010

Perkembangan anak sampai usia dua tahun.

Penulisan ini sempat tertunda 6 bulan karena keterbatasan saya dalam menyiasati waktu selama masa pendidikan.  Kali ini topik yang akan saya sampaikan mengenai perkembangan anak sampai usia 2 tahun.  Definisi perkembangan pernah dibahas sebelumnya, yaitu bertambahnya kemampuan anak sesuai usia.  Perkembangan pada anak dipengaruhi oleh potensi genetik anak dan faktor lingkungan.  Faktor lingkungan ini mencakup: lingkungan mikro (ibu atau pengganti ibu), lingkungan mini (ayah, kakak, adik, kakek, nenek), lingkungan meso (tetangga, teman bermain, Puskesmas, dll), dan lingkungan makro (program pemerintah, profesi kesehatan, WHO, dll).

Skrining perkembangan yang sering dipakai oleh profesi kesehatan adalah Denver II.  Metoda ini dapat mendeteksi  perkembangan anak sampai usia 6 tahun.  Aspek perkembangan yang dinilai ada 4 yaitu perkembangan motorik kasar, motorik halus, personal sosial dan bahasa.  Meskipun tampak penilaian hanya pada 4  aspek tetapi sesungguhnya terdapat aspek-aspek lain didalamnya.   Perkembangan yang normal tampak seiring pada ke-4 aspek tersebut.  Bila hanya satu aspek yang bermasalah atau terlambat, maka harus disampaikan bahwa keterlambatan hanya pada aspek yang dimaksud.  Misalnya terdapat keterlambatan pekembangan bahasa maka didiagnosis sebagai delayed speech.  Bila ditemukan keterlambatan pada 2 aspek atau lebih dari ke-4 aspek tersebut, maka disebut keterlambatan menyeluruh (global delayed).

Motorik kasar
Perkembangan ini mudah dipantau karena tampak dengan jelas.  Proses perkembangan ini telah terprogram, meliputi perkembangan postur, lokomosi, dan terkoordinasi.  Hubungan perkembangan motorik kasar dan kecerdasan sangat sedikit.  Anak dengan retardasi mental tidak selalu memiliki keterlambatan perkembangan motorik kasar dan anak dengan perkembangan motorik kasar yang sangat cepat belum tentu merupakan anak yang cerdas.  Meskipun kecepatan perkembangan motorik kasar masing-masing anak bervariasi tetapi urutan perkembangan ini hampir selalu sama, dan rentang variasinya sangat luas.

Awal perkembangan motorik kasar ini berupa refleks primitif yang berfungsi sebagai perlindungan pada bayi.   Refleks tersebut sudah disampaikan pada tulisan sebelumnya (trimester pertama).   Dengan bertambah usia, refleks ini akan hilang dan muncul refleks yang lebih sempurna.  Bila masih ditemukan refleks primitif yang menetap menunjukkan adanya gangguan yang harus di evaluasi lebih jauh.  Kecepatan perkembangan masing-masing anak sangat bervariasi dan umumnya masih dalam batas normal.  Keterlambatan perkembangan juga dapat karena kurangnya stimulasi.  Beberapa anak mengalami perkembangan motorik yang mendahului rata-rata perkembangan anak seusianya, tetapi perkembangan motorik kasar yang cepat tidak selalu disertai superioritas mental.

Motorik halus
Perkembangan motorik halus merupakan petunjuk tingkat kecerdasan yang lebih baik daripada motorik kasar.  Perkembangan kemampuan anak dalam pemecahan masalah visuomotor, merupakan gabungan fungsi penglihatan dan motorik halus yang ditunjukkan melalui kemampuan tangan dan jari-jari (koordinasi antara mata dan tangan).
Bayi mulai memegang benda usia 3 bulan, dan menjadi perhatian khusus bila belum mampu mengenggam di usia 6 bulan.  Bayi mampu memegang sesuatu dengan ibu jari dan jari telunjuk di usia 9 bulan dan memasukkan balok kubus kedalam cangkir usia 12 bulan.  Mulai mencoret-coret di usia 15 bulan dan menyusun 2 menara kubus pada usia 18 bulan.  Mampu mengambil manik-manik dengan kedua jari pada usia 21 bulan dan menyusun menara 4 kubus pada usia 2 tahun.

Perkembangan Bahasa
Perkembangan bahasa merupakan proses paling kompleks diantara seluruh proses perkembangan.  Pada perkembangan ini dibutuhkan fungsi represif dan ekspresif.  Fungsi represif merupakan kemampuan anak untuk mengenal dan bereaksi terhadap seseorang maupun kejadian disekitarnya, pada awalnya mengerti mimik, nada suara dan akhirnya mengerti kata-kata.  Fungsi ekspresif merupakan kemampuan anak untuk mengutarakan pikirannya, dimulai dari komunikasi preverbal, kemudian dengan mimik, gerakan tubuh, dan akhirnya menggunakan kata-kata (verbal).

Kemampuan berbicara seorang anak dengan lainnya berbeda-beda karena sangat individual.  Bahkan pada anak dalam satu keluarga, kemampuan perkembangan bicara dan bahasa berbeda.  Pada usia 2 bulan, bayi dapat mengeluarkan suara “ooo-ooo”. Mengeluarkan suara “Guuu- guuu” pada usia 4 bulan.  Mulai terdengar bergumam (babbling) seperti “mam-mam pada usia 6 bulan.  Mengucapkan “dadada” pada usia 8 bulan.   Dapat mengerti “tidak boleh” atau suara nada tinggi pada usia 9 bulan.  Menyampaikan kata “dada” dan “mama” degan arti, pada usia 10 bulan.  Dapat mengucapkan kata pertama yang benar selain mama, pada usia 11 bulan dan 2 kata pada usia 1 tahun.  Sampai usia 15 bulan, anak mampu mengucapkan kata-kata baru 4-6 kata.  Terkadang anak berbicara dengan bahasa aneh (immature jargoning).  Usia 18 bulan bayi daapat mengucapkan kalimat pendek.  Pada usia 21 bulan, anak mampu mengucapkan sekitar 50 kata dan di usia 24 bulan dapat bernyanyi dan bicara lancar hampir mencapai 200 kata.

Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi didapatkan perubahan gaya hidup pada masyarakat, termasuk dalam metoda pengasuhan anak.  Karena kesibukannya, orangtua sering membiarkan anak menonton televisi untuk melengkapi kebutuhan edukasi sekaligus hiburan. Dengan banyaknya program acara televisi membuat anak “diam” dan terpaku menonton acara kesukaannya, sehingga orangtua memiliki cukup waktu untuk bekerja dan istirahat.   Plilihan edukasi cara ini diyakini  menjadi salah satu penyebab keterlambatan bicara, terutama fungsi ekspresif sehingga anak kehilangan kesempatan untuk mengutarakan pikirannya secara verbal.  Anak sampai usia 2 tahun, sebaiknya dibatasi kebiasaan menonton televisi.  Pilih aktivitas yang dapat membantu perkembangan bahasa dan pematangan otaknya, seperti berbicara, membaca, menyanyi, bermain, mendengarkan musik, dsb.

Bentuk keterlambatan bicara yang paling sering ditemukan adalah keterlambatan pematangan (maturational delay).  Hal ini disebabkan gangguan proses pematangan  di otak.  Kejadian ini lebih sering pada anak laki-laki yang disertai riwayat keterlambatan bicara dalam keluarga. Umumnya anak akan berbicara lebih lancar pada saat usia sekolah dan tidak menunjukkan gangguan kepandaian maupun gangguan pengertian (reseptif).  Bila anak menyampaikan keinginannya dengan menangis, maka upayakan agar ibu memberikan reaksi dengan kata-kata sehingga memacu anak untuk berbicara.  Dengan cara ini diharapkan anak mulai menggunakan bahasa sebagai alat dalam menyampaikan keinginannya.  Penyebab lain terjadinya keterlambatan bicara juga dapat karena gangguan pada pendengaran, gangguan perkembangan jiwa, penggunaan dua bahasa, retardasi mental, dll.

Personal sosial
Tidak mudah mendisiplinkan anak sampai usia 2 tahun karena mereka belum memahami tentang baik-buruk dan benar-salah.  Bila hal itu menyangkut masalah keselamatannya, maka kita harus bersikap tegas.  Penyampaian nasihat pada anak dapat lewat kata-kata ataupun bahasa tubuh.  Bila anak menyentuh pisau atau stop kontak listrik, cegah dan jelaskan dengan bahasa yang dapat dimengerti anak.  Berikan informasi mengenai batasan benar dan salah dalam kegiatan sehari-hari, sehingga anak akan terus mengingat dan tidak mengulangi kesalahan yang sama.

Perkembangan personal-sosial dapat dinilai melalui reaksi bayi terhadap orang di sekitarnya.   Bayi mengamati wajah pada usia 1 bulan, tersenyum spontan usia 2 bulan.  Pada usia 4 bulan, mulai mengamati tanganya dan tampak sering minta digendong.  Bayi tertawa keras dan menjerit gembira, menoleh ke arah suara ibu atau pengasuhnya juga  ke arah suara lainnya pada usia 5 -8 bulan.  Usia 9-12 bulan, bayi mulai tepuk tangan dan menyatakan keinginan tanpa menangis.  Mulai tersenyum bahkan tertawa ketika bermain dengan orang dewasa yang sudah akrab dengannya, sebaliknya akan langsung bersikap "menjaga jarak" atau ketakutan terhadap orang yang asing baginya.  Terkadang menunjukkan rasa malu seperti mencoba menyembunyikan wajahnya ketika berada dekat orang asing.  Usia 18 - 21 bulan, anak dapat memberi respon dengan lambaian tangan atau bertepuk tangan, menginginkan sesuatu dengan gerakan tubuhnya seperti mengulurkan tangannya.  Pada usia 21-24 bulan, mulai meniru kata-kata, isyarat, dan gerakan-gerakan sederhana dari orang lain.   Pada usia 2 tahun, anak mulai menunjukkan keinginannnya untuk membantu ibu dirumah, mampu menggunakan sendok/garpu, membuka pakaian sendiri, menyuapi boneka, dan menggosok gigi dengan bantuan.

Skrining dan pemeriksaan perkembangan
Skrining ini merupakan pemeriksaan singkat untuk mengetahui adakah penyimpangan dari perkembangan normal, tetapi tidak dapat mengetahui dimana letak kelainan.  Bila ditemukan keterlambatan perkembangan, harus dilakukan pengulangan pemeriksaan pada waktu yang berbeda sebagai pemantauan.   Bila telah yakin dengan kelainan tersebut maka harus di rujuk pada profesi yang lebih ahli untuk memastikan dimana letak kelainan tersebut sehingga dapat dilakukan intervensi dini.  Perkembangan anak akan dinilai ulang dari waktu ke waktu dan dicatat sebagai data anak dan disampaikan kepada orangtua.  Bila didapatkan keraguan dalam pemeriksaan maka dilakukan pengulangan, jangan menyampaikan sesuatu pada orangtua sebelum yakin terhadap pemeriksaan tersebut.

Anak-anak dengan kelainan perkembangan motorik membutuhkan kerjasama dengan diberbagai disiplin ilmu.  Kelainan sebaiknya sudah dapat diketahui sebelum berusia 6 bulan dan intervensi harus segera dilakukan.  Seorang anak harus berkembang sesuai tahapan perkembangan motorik normal, walaupun dengan kecepatan berbeda-beda. Jangan menganggap bahwa perkembangan itu akan membaik dengan sendirinya dan menunda intervensi.  Diagnosis yang ditegakkan terlambat membuat intervensi makin sulit.

Topik mengenai perkembangan anak selalu dipertanyakan para orangtua, terutama bila memiliki anak yang mengalami keterlambatan.  Dengan menulis ini, saya membaca dan mengingat kembali topik ini dengan lebih detil sehingga sangat membantu dalam memberikan informasi dan motivasi pada para orangtua juga diri saya pribadi selaku orangtua. Semoga tulisan ini bermanfaat dalam pemantauan perkembangan anak- anak kita dari waktu ke waktu.

Monday, January 4, 2010

Pemantauan Bayi pada Trimester Pertama.

Kali ini saya menulis lanjutan artikel sebelumnya, mengenai bayi usia trimester pertama.  Sejak awal penulisan topik ini, saya ingin membahasnya berurutan seiring bertambahnya usia anak. Kenyataannya, diantara urutan ini saya sisipkan topik penting lainnya tentang gejala klinis seperti demam. Banyak hal yang harus di evaluasi pada bayi usia trimester pertama (lahir-usia 3 bulan). Hal-hal yang perlu diperhatikan orangtua antara lain:

Refleks
Aktifitas bayi pada beberapa minggu pertama bersifat refleksis dan akan menghilang seiring waktu. Moro reflex muncul bila bayi dikagetkan oleh suara keras dan mendadak, bayi akan bereaksi menggerakkan lengan dan tungkai kearah luar. Walking/stepping reflex merupakan gerakan seperti berjalan bila kaki bayi diletakkan pada bidang datar. Kedua refleks ini menghilang pada usia 2 bulan. Rooting reflex merupakan refleks hisap yang sudah ada bahkan sebelum bayi lahir, refleks ini akan menghilang setelah bayi berusia 4 bulan. Palmar grasp reflex merupakan refleks menggenggam yang akan menghilang di usia 5 bulan.

Tidur
Tidur adalah aktifitas utama otak sepanjang awal perkembangan dan merupakan kebutuhan penting. Dengan bertambahnya usia, kemampuan regulasi makin meningkat yang disebut self soothing yang dimulai di usia 3 bulan. Pada usia ini pola tidur dapat dilatih. Terjadi perubahan bertahap mengenai siklus tidur-bangun bayi dari pegaruh lapar dan kenyang ke irama sirkadian yang dipengaruhi pergantian gelap dan terang (diferensiasi siang-malam). Lahir-usia 2 bulan lama tidur sekiitar 16-20 jam yang diselingi 1-3 jam saat terbangun. Diatas usia 2 bulan bayi dapat tidur 9-12 jam pada malam hari dan 2-4,5 jam pada siang hari. Orangtua perlu memahami bahwa pola tidur masing-masing anak berbeda meskipun dengan usia yang sama. Dalam minggu pertama, orangtua dapat mengikuti pola tidur bayi tetapi selambat-lambatnya pada bulan ketiga pengaturan jadwal tidur harus diterapkan. Banyak cara untuk mengubah pola tidur ini diantaranya dengan membuat kamar tidur tenang dan gelap pada malam hari. Pada siang hari bayi dibiarkan terpapar cahaya terang dan dibangunkan untuk minum sehingga pola tidur-bangun dapat terbentuk dengan baik.

Spitting up/gumoh
bayi sering mengalami gumoh setelah pemberian ASI/susu. Terkadang gumoh diasumsikan bahwa bayi minum melebihi kemampuan lambung untuk menampungnya. Gumoh dapat muncul saat bayi sendawa, berguling, ataupun ketika bayi tidur. Kondisi ini masih normal dan tidak membahayakan bayi. Langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk mengatasi ini antara lain berikan asupan cairan dengan pelan, tidak tergesa-gesa. Sendawakan bayi setelah pemberian ASI/susu. Hindari bermain berlebihan setelah bayi minum. Jaga agar posisi kepala lebih tinggi daripada lambung.

Colic/sakit perut
Bayi seringkali rewel, menangis tanpa henti bahkan menetap sepanjang malam dan orangtua tidak mampu menenangkannya. Kondisi ini mungkin disebabkan colic. Seperlima dari bayi mengalami ini, biasanya terjadi pada minggu ke 2-4. Perut bayi tampak kembung karena penuh dengan gas. Sampai saat ini belum ada penjelasan mengapa hal ini terjadi. Terkadang merupakan respon sensitif terhadap stimulasi. Pada bayi dengan ASI ekskusif, colic merupakan tanda sensitif terhadap makanan dalam diet ibu. Makanan yang dihindari antara lain produk susu, kopi, bawang, kol dan jenis lainnya yang iritatif. Bila bayi dengan susu formula, berikan yang tidak mengandung susu sapi. Langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk mengatasi ini dengan menggendong dan menenangkannya. Tengkurapkan bayi dan gosok punggungnya, tekanan pada perut dapat mengurangi nyeri. Bila orangtua cemas, libatkan anggota keluarga lainnya untuk menenangkan bayi. Biasanya colic menghilang pada usia 3 bulan.

Tumbuh kembang
Proses tumbuh kembang terjadi secara bertahap dan berlangsung lama, tidak terjadi sekaligus. Untuk itu perlunya pemantauan berkala dan teratur, sehingga bayi dapat tumbuh kembang dengan baik sesuai potensi genetiknya.

Pertumbuhan
Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran/besar fisik dan bersifat kwantitatif. Pemantauan ini dapat dilakukan dengan menilai penambahan berat badan (BB), mengukur panjang badan (PB), dan lingkar kepala (LK). Tiap anak harus dilakukan pemeriksaan yang meliputi ketiganya. Hasil pengukuran harus dicatat dalam catatan medis anak dan dokter menilai apakah pertumbuhan anak sesuai dengan target yang disesuaikan dengan standar baku yang berlaku.

Pertambahan BB
Pengukuran BB merupakan parameter pertumbuhan yang paling sederhana. Penilaian ini lebih berkaitan dengan status gizi dan keseimbangan cairan. Pada bayi penimbangan dilakukan tanpa pakaian atau seminimal mungkin. Idealnya peningkatan BB untuk 3 bulan pertama adalah 750-900 g perbulan atau sekitar 200 g perminggu, terkadang BB turun pada minggu pertama. Untuk memudahkan orangtua cara menghitung pertambahan BB, dapat diambil contoh bayi dengan berat lahir (BL) 3 kg. Pada usia usia 2 bulan, target BB adalah 4,5-4,8 kg. Cara ini sangat mudah dan diharapkan orangtua mampu menilai lebih dini baik tidaknya pertumbuhan bayi dan cukup tidaknya asupan cairan yang sudah diberikan.

Pertambahan PB
Panjang badan menunjukkan penambahan cepat antara 2,5-4 cm tiap bulannya. Pertambahan PB pada laki-laki lebih cepat dibandingkan perempuan. Penilaian PB saat usia 1 tahun setara dengan 1,5 panjang lahir. Bila ingin menilai lebih detil,  untuk tiap bulan dapat diukur PB bayi dan di plot pada angka yang tertera dalam kurva standar baku yang berlaku.

Pertambahan LK
Saat lahir ubun-ubun besar (UUB) masih terbuka dan tulang kepala relatif plastis. Pertambahan LK menunjukkkan pertumbuhan massa otak. Ukuran LK bertambah sekitar 2,5-3 cm setiap bulannya. Penambahan ini sangat dipengaruhi status gizi sampai bayi berusia 36 bulan.

Perkembangan
Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan fungsi yang lebih kompleks dalam pola yang teratur sebagai hasil proses pematangan dan bersifat kwalitatif sehingga pengukurannya lebih sulit. Perkembangan yang dinilai bukan hanya kepandaian anggota gerak tetapi yang meliputi 4 aspek yaitu motorik kasar, motorik halus, bahasa dan personalsosial. Pada bayi yang terpenting adalah pemenuhan kebutuhan fisik, kasih sayang dan stimulasi pada visual, auditory, taktil, verbal, dll. Hal ini sangat penting karena bayi mampu mengenal ibunya melalui penglihatan, penciuman, pendegaran dan rangsang raba/kontak.

Visual (Penglihatan)
Mata sebagai indra penglihatan akan terus berembang. Saat berusia 1 bulan bayi belum dapat melihat dengan jelas bila lebih dari 30 cm. Sensitif terhadap terang dan intensitas warna sehingga lebih menyukai warna hitam putih. Lebih menyukai gambar linier yang sederhana atau kotak-kotak berwarna. Dengan bertambahnya usia, lapang pandang semakin luas. Usia 2 bulan mata mulai terkoordinasi, fokus dan dapat mengikuti benda yang bergerak. Usia 3 bulan, bayi dapat melihat wajah dengan tersenyum ataupun melihat mainan dengan jarak 2-3 meter. Lebih tertarik pada pola sirkuler sehingga bisa dimengerti mengapa bayi usia ini lebih menyukai wajah yang penuh dengan gambaran lingkaran dan lengkung. Pada usia ini, mata sudah dapat mengikuti objek sampai garis tengah.

Auditory (Pendengaran)
Setelah lahir bayi menunjukkan moro reflex/refleks kejut bila mendengar bunyi dengan intensitas tinggi. Pada masa ini sangat sulit untuk menentukan ambang pendengaran secara akurat. Seiring kemampuan penglihatan, bayi mulai dapat membedakan suara. Dengan bertambahnya usia, bayi mulai memperhatikan bunyi, berekasi dengan diam dan mendengarkan. Pada usia 3 bulan bayi akan bereaksi dengan senyuman meskipun sumber bunyi diluar jangkauan penglihatan. Suara favorit bayi adalah suara ibunya karena identik dengan kehangatan, kenyamanan dan pemberian asupan makan. Bayi akan menggerakkan kepala kearah suara dan tersenyum bila mendengar suara anda.

Taktil (raba)
Rangsang raba adalah yang paling penting dalam perkembangan. Sensasi sentuhan merupakan sensori yang paling berkembang saat lahir. Memegang, mengurut, menepuk, memberikan ASI, mengganti popok, memijat dan memadikan merupakan pengalaman perabaan yang bervariasi. Rangsangan atau stimulasi yang diakukan sejak dini, terus menerus dan bervariasi dengan suasana yang menyenangkan akan memacu kecerdasan bayi dalam berbagai aspek. Pada usia 3 bulan, bayi sudah dapat memegang, menggenggam dan menahan benda yang ada dalam genggaman.

Touch Theraphy
Kulit merupakan reseptor terluas pada tubuh dan stimulasi pada reseptor ini menjadi alat komunikasi non verbal. Ungkapan cinta kasih orangtua pada bayinya dapat disampaikan melalui terapi pijat. Terapi pijat boleh dilakukan pada semua bayi, bahkan bayi prematur sekalipun asalkan telah stabil dan menerima respon taktil dengan nyaman. Waktu yang tepat untuk pijat bayi adalah pagi saat bayi memulai hari dan malam sebelum tidur sehingga dapat tidur dengan pulas. Lakukan pijat setiap hari, secara rutin selama sekitar 15 menit. Tidak boleh dilakukan saat bayi lapar ataupun setelah makan. Orangtua harus santai, tenang dan mempunyai waktu yang cukup sehingga tujuan agar terciptanya ikatan dan komunikasi non verbal antara orangtua dan bayi tercapai. Pijat dilakukan dengan tangan yang bersih dan hangat, atur suhu kamar agar tetap hangat, gunakan minyak atau bedak untuk memijat. Pijatan pada bayi dapat dilakukan pada wajah, dada, perut, punggung, tangan dan kaki. Saat ini sangat banyak buku yang memuat tulisan tentang pijat bayi, lakukanlah pemijatan dengan teknik yang benar.

Perkembangan bahasa (verbal)
Bayi muali berkomunikasi segera setelah lahir. Untuk belajar berbahasa tentunya memerlukan pendengaran dan perhatian yang fokus. Usia 2 bulan bayi dapat menirukan bunyi vokal. Usai 3 bulan mulai bergumam dan memberikan respon suara yang beda untuk emosi yang berbeda. Bayi tertawa dan menggunakan suara bila bermain. Memperhatikan wajah bila diajak bicara, bereaksi dengan mengoceh ataupun mengoceh spontan.

Perkembangan motorik
Perkembangan ini sangat menarik untuk dipantau karena perubahannya terlihat dengan jelas. Proses ini terjadi berkesinambungan dari satu tahap ke tahap berikutnya. Proses yang sudah terprogram secara genetik, dipengaruhi faktor lingkungan, ras, jenis kelamin dan sosiokultural. Umumnya tahapan perkembangan sama tetapi kecepatan perkembangan tiap anak berbeda. Variasi kecepatan ini cukup luas sehingga sulit dibuat garis tegas antara normal dan abnormal.

Untuk memudahkan orangtua, urutan ini dapat menjadi panduan penilaian tumbuh kembang normal pada bayi trimester pertama.
Pada akhir bulan pertama, bayi mampu mengangkat kepala minimal 3 detik. Head lag, moro reflex dan palmar graps reflex masih ada. Mata bergerak mengikuti benda, menghentikan kegiatan bila muncul muka seseorang, mengeluarkan suara tidak jelas dan tenang bila digendong.
Pada akhir bulan kedua, bayi mampu mengangkat kepala minimal 10 detik sampai 45 derajat, tangan membuka, mencari suara dengan mata, mendengar bunyi bel, melihat benda dan mengikutinya.
Pada akhir bulan ketiga, head lag sudah tidak ada, kepala tegak sampai 1 menit, bila bayi diangkat kaki akan fleksi, tangan mulai meraih benda dengan setengah terbuka dan tersenyum sosial.

Vaksinasi/ Imunisasi
Imunisasi di Negara berkembang merupakan suatu yang mutlak. Program ini yang dijalankan hampir seluruh negara di dunia, dengan pola dan jadwal yang disesuaikan kondisi epidemiologis dan kebijakan masing-masing negara. Jadwal imunisasi di beberapa praktek dokter, klinik atau RS terkadang berbeda-beda. Hal ini dapat karena sumber rujukan yang berbeda ataupun karena pertimbangan khusus sesuai kondisi bayi saat itu.

Umumnya alasan orangtua membawa bayinya kontrol untuk mendapat imunisasi, sesungguhnya yang dilakukan pada bayi adalah vaksinasi. Kerancuan ini sering terjadi, meskipun pada dasarnya kedua istilah ini mempunyai maksud yang sama.
Vaksinasi adalah pemberian vaksin berupa bakteri/virus mati atau kuman hidup yang dilemahkan ataupun komponennya. Pemberian vaksin ini dapat melalui penyuntikan atau diteteskan. Tujuan vaksinasi ini tentunya untuk meningkatkan kekebalan terhadap kuman tersebut.
Imunisasi adalah upaya preventif dalam meningkatkan kekebalan terhadap antigen secara aktif untuk mencegah beberapa penyakit infeksi. Bila kelak terpajan antigen serupa diharapkan tidak terjadi penyakit.

Jadwal yang menjadi patokan saat ini sesuai jadwal Satgas Imunisasi PP IDAI 2008. Pada tabel tersebut, usia bayi di tampilkan pada garis horizontal dan jenis imunisasi pada garis vertikal. Imunisasi yang terdapat dalam jadwal dibuat 2 batasan terpisah yaitu yang diwajibkan dan yang dianjurkan. Tabel ini sangat informatif dan orangtua dapat dengan mudah melihat jenis vaksinasi apa yang akan diberikan sesuai usia bayi saat itu. Tabel ini bahkan mencantumkan jadwal secara lengkap, sejak bayi lahir sampai usia 12 tahun. Pada bayi usia1 bulan, vakinasi yang harus diberikan adalah hepatitis B 1, 2 dan Polio 0. Vaksinasi BCG diberikan dengan rentang waktu setelah bayi lahir sampai uisa 2 bln. Vaksinasi DPT dan polio 1 pada usia 2 bulan.

Untuk bayi prematur, pemberian imunisiasi ditunda sesuai usia koreksi atau BB diatas 2000 g. Imunisasi boleh dilakukan 2 kali pada saat yang sama dengan alasan yang tepat dan dilakukan di bagian tubuh yang berbeda. Misalnya pada usia 2 bulan, bayi belum mendapat imunisasi BCG dan hepatitis B 2. Penyuntikan dilakukan pada paha kiri, kanan atau lengan kiri dan kanan dengan alat suntik yang berbeda. Pemilihan tempat penyuntikan vaksin berdasarkan beberapa ketentuan seperti tebal otot atau lemak agar diperoleh kekebalan yang optimal. Meminimalkan cedera dan rasa tidak nyaman akibat gerakan ataupun sentuhan, serta pertimbangan estetik. Perbedaan tempat penyuntikan vasin tidak menimbulkan perbedaan kekebalan.

Meskipun saya telah mencoba untuk membuat tulisan ini simple, tetapi topik ini memang cukup luas. Pada dasarnya yang disampaikan merupakan hal-hal yang pokok. Bila orangtua dapat menerapkan pemantauan ini, diharapkan bayi dapat tumbuh kembang optimal. Banyak manfaat yang saya dapatkan dalam penulisan ini, terutama mengingatkan kembali hal penting yang harus saya evaluasi pada semua bayi. Harapan yang sama ditujukan pada para orangtua, semoga tulisan ini bermanfaat.

Monday, November 30, 2009

Demam pada Anak

Pada awalnya saya ingin menulis kelanjutan topik terdahulu, tetapi berulang kali saya mendapat pertanyaan tentang demam. "Jangan lupa masukkan artikel tentang penanganan demam di website dokter", demikian bunyi sms yang saya terima dan masih banyak lagi pesan dengan kalimat serupa. Orangtua sering panik bila anak demam karena anak tidak nyaman, rewel, asupan cairan kurang dan tidur terganggu. Demam merupakan alasan tersering bagi orangtua untuk membawa anaknya berobat. Berikut ini saya sampaikan informasi tentang batasan demam, pengukuran suhu tubuh, penyebab demam dan cara mengatasinya.

Batasan demam
Demam merupakan gejala, bukan suatu penyakit. Gejala ini sebagai sinyal yang disampaikan tubuh, seperti alarm/ warning bahwa sedang terjadi sesuatu pada tubuh. Anak dinyatakan demam bila suhu rektal (di dalam dubur) diatas 38ºC, suhu oral (di dalam mulut) diatas 37,5ºC atau suhu di ketiak diatas 37,2ºC.

Alat dan cara mengukur suhu anak
Tidak tepat bila mengukur suhu anak dengan sentuhan tangan/ suhu taktil. Pengukuran cara ini bersifat subyektif karena dipengaruhi oleh suhu orang yang merasakan kulit anak tsb. Bila orangtua memiliki balita, seyogyanya memiliki termometer. Termometer ada beberapa jenis seperti termometer tradisional (air raksa), digital (ketiak, telinga, kulit), dll. Termometer yang sering untuk penggunaan di rumah adalah termometer digital (ketiak), meskipun hasil pemeriksaannya kurang akurat tetapi alat ini aman, murah, dan mudah didapat. Mengukur suhu juga dapat dilakukan di mulut, telinga, kulit dan dubur. Pemeriksaan suhu dengan termometer didalam dubur mendapatkan hasil yang paling akurat tetapi cara ini riskan sehingga umumnya orangtua memilih pemeriksaan pada ketiak. Cara pengukuran suhu pada ketiak dilakukan dengan meletakkan termometer pada kulit, bukan baju. Lipat tangan anak dengan rapat dan mengepit ujung termometer, tunggu sampai terdengar nada, kemudian baca angka yang tertera pada alat. Pemeriksaan suhu dengan termometer di telinga tidak digunakan pada anak di bawah 6 bulan.

Mekanisme terjadinya demam
Mekanisme ini akan saya sampaikan dalam kalimat sederhana. Pusat pengatur suhu tubuh terdapat di otak, disebut Hipotalamus. Hipotalamus berfungsi sebagai set point yang menjaga suhu tubuh tetap normal, walaupun suhu di lingkungan luar tubuh berubah-ubah. Suhu normal tubuh berada pada kisaran 36,5-37,5ºC. Bila lingkungan luar dingin maka suhu tubuh akan dinaikkan dengan cara menggigil dan mengerutkan pembuluh darah (vasokonstriksi). Bila lingkungan luar tubuh panas, maka panas pada tubuh akan dikeluarkan dengan cara berkeringat, pelebaran pembuluh darah (vasodilatasi), dan bernafas lebih cepat.

Penyebab demam
Infeksi merupakan penyebab tersering. Infeksi adalah keadaan masuknya kuman kedalam tubuh. Kuman tersebut dapat berupa virus, bakteri, parasit, jamur, dll. Sistem pada tubuh yang terinfeksi juga dapat di berbagai tempat, seperti saluran nafas, saluran pencernaan, telinga-hidung-tenggorokan (THT), saluran kemih, gigi-mulut, dll. Penyebab demam lainnya dapat terjadi pasca imunisasi, dehidrasi, gangguan sistem imun, keganasan, dll.

Kapan gejala demam yang harus segera ke dokter
Bila anak demam tidak selalu perlu ke dokter, kondisi anak yang segera dibawa ke dokter antara lain bila demam pada bayi usia dibawah 3 bulan walaupun kondisi umum (klinis) baik, demam lebih dari 3 hari pada usia di atas 3 bulan, anak dengan suhu 40ºC atau lebih (hiperpireksia) tanpa memperhatikan usia, anak dengan kejang demam, dan demam pada anak dengan penyakit kronis.

Cara mengatasi Demam
Prinsip utama tatalaksana demam adalah mencari tahu kemungkinan penyebab agar tatalaksana terarah. Cegah terjadinya dehidrasi dengan pemberian cairan cukup, atur suhu ruangan agar tidak panas, anak memakai baju yang tidak tebal, tepid sponging (kompres air hangat), berikan obat-obat demam.

Tepid sponging
Mengompres dilakukan dengan handuk atau waslap yang dibasahi dengan air hangat (30ºC). Usahakan perbedaan antara air kompres dengan shu tubuh tidak terlalu berbeda. Seka seluruh tubuh dengan air hangat, penurunan suhu tubuh terjadi saat pertukaran udara melalui permukaan kulit. Gunakan pakaian atau selimut tipis, pada bayi tidak boleh dibedong. Jangan mengompres dengan alkohol karena toxic dan uapnya dapat terserap ke kulit ataupun paru-paru anak.

Obat-obat demam
Parasetamol
Parasetamol dapat diberikan setiap 6 jam sesuai kebutuhan. Dosis parasetamol berdasarkan BB bukan usia. Jenis obat yang mengandung parasetamol sangat banyak seperti Tempra®, Sanmol®,Praxion®, Naprex®,
Bodrexin sirup®, Dumin®, Termorex®, dll. Dosis 10-15 mg/kg berat badan (BB) per kali pemberian, maksimal 60 mg/kg BB per hari. Apabila orang tua kesulitan dalam menghitung dosis hendaknya berkonsultasi dengan dokter atau apoteker. Dalam memilih obat demam, pilih obat yang tidak mengandung alkohol, karena beberapa produk sirup juga ada yang menggunakan alkohol sebagai campurannya.
Obat ini mempunyai banyak sediaan yaitu tablet, sirup, drop, dan suppositoria. Sediaan drop diberikan pada bayi dengan BB dibawah 10 kg atau pada anak dengan kesulitan minum obat karena volume pemberian relatif sedikit. Pada anak dengan BB diatas 10 kg dapat diberikan sirup. Tablet diberikan pada anak usia diatas 12 tahun. Dari penelitian terbukti bahwa pemberian oral dan suppositoria sama efektifnya. Sediaan suppositoria (melalui dubur) diberikan bila pemberian oral tidak memungkinkan, contohnya anak dengan muntah profuse, anak tidur, atau tidak sadar.
Paracetamol (para acetoaminophenol) suatu obat untuk mengurangi demam (antipiretik) dan nyeri (analgetik). Obat ini aman untuk bayi dan anak sesuai kebutuhan, karena itu dapat dibeli bebas. Obat ini dimetabolisme di hati sehingga bila dosis berlebih dapat menimbulkan gangguan fungsi hati. Efek samping obat (ESO) bersifat reversible, penghentian obat dapat memperbaiki keadaan umum anak dan ESO akan berangsur-angsur hilang sehingga kondisi anak kembali normal.

Ibuprofen
Dosis obat ini adalah: 5-10 mg/kg BB setiap kali pemberian, maksimal 40 mg/kg BB/hari. Contoh obat yang mengandung ibuprofen antara lain Proris®, Rhelafen®, Fenris®, Bufect®, dll.

Asetosal
Hati-hati peberian obat ini pada anak usia dibawah 12 tahun. Contoh obat yang mengandung asetosal antara lain Aspilet®, Bodrexin tablet®, Contrexyn®, Inzana®, dll.

Terkadang demam yang tidak terlalu tinggi dan tidak ditemukan fokus infeksi merupakan bagian dari dehidrasi. Anak dengan dehidrasi dapat diatasi dengan pemberian cairan yang cukup, tanpa obat demam dan tidak dilakukan kompres. Informasi ini secara teori tidak terlalu mendetil, tetapi lebih ditujukan untuk membantu orangtua dalam mendeteksi demam dan tatalaksana awal. Semoga info ini dapat menjadi asupan yang bermanfaat.